Kerajaan Banten - Poin 100
Keberadaan internet membuat siapa saja bisa mengakses berbagai informasi, maka tidak heran belakangan ini banyak sekali betebaran situs-situs yang membahas mengenai Kerajaan Banten. Hal ini sangat logis mengingat di era pandemi ini, masyarakat kita lebih sering melakukan proses belajar mengajar secara daring. Baiklah sudah cukup basa-basinya, yuk langsung masuk ke pembahasan saja.
Penjelasan Lengkap Kerajaan Banten
Taukah kalian mengenai kerajaan yang satu ini? Yups Kerajaan Banten. Jika kalian masih asing mendengar kerajaan yang satu ini, maka yuksinau.id akan memberikan ulasan yang lengkap mengenai Kerajaan Banten.
Mulai dari sejarah, wilayah kekuasaan, silisilah kerajaan, raja yang pernah memerintah, hingga peninggalan yang dapat kita jumpai hingga saat ini.
Tak usah berbasa-basi lagi, yuk simak ulasan yang di bawah ini.
Sejarah Kerajaan Banten
Di awal abad ke 16, daerah Pajajaran merupakan pusat kerajaan yang beragama Hindu tepatnya di Pakuan atau yang sekarang disebut dengan kota Bogor.
Kerajaan Pajajaran ini mempunyai bandar penting yang berkuasa di beberapa bandar kota yaitu banten, sunda kelapa ( jakarta ) dan cirebon.
Pada saat itu, Kerajaan Pajajaran telah mengadakan kerjasama dengan pihak Portugis, sehingga Portugis dipersilahkan untuk membangun benteng pertahanan dan kantor dagang di Sunda Kelapa.
Untuk mencegah pengaruh Portugis dari kerajaan, kemudian Sultan Trenggono mengutus fatahilah selaku panglima perang dari demak untuk menaklukan bandar yang dibawah Pajajaran.
Selanjutnya armada demak berhasil menguasai banten di tahun 1526.
Pada tanggal 22 juni 1527, Fatahilah juga berhasil menguasai pelabuhan sunda kelapa yang dimana pada saat itu pula nama “sunda kelapa” diubah menjadi “jayakarta” atau “jakarta” yang memiliki makna kota kemenanggan.
Sehingga tanggal 22 Juni dijadikan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Dalam waktu yang singkat, seluruh daerah pantai utara jawa barat dapat ditaklukan oleh Fatahilah, hal itu juga yang menyebabkan agama islam menyebar di daerah Jawa Barat.
Kemudian, Fatahilah menjadi ulama besar (wali) dengan gelar sunan gunung jati serta memimpin daerah di Cirebon.
Di tahun 1552, Hasanudin yang merupakan putra dari fatahillah diangkat menjadi raja yang berkuasa di wilayah Banten.
Dan Fatahilah mendirikan pusat keagamaan di gunung jati, cirebon hingga beliau wafat di tahun 1568.
Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa, awal berdirinya kerajaan Banten adalah wilayah kekuasaan kerajaan demak.
Silsilah Kerajaan Banten
Setiap berdirinya suatu kerajaan pastilah memiliki silsilah keluarga kerajaan di dalamnya, begitupun dengan Kerajaan Banten.
Nah berikut merupakan silsilah Kerajaan Banteng dari generasi-ke generasi :
1. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
Ia berputra:
- Ratu Pembayun,
- Pangeran Pasarean,
- Pangeran Jayalalana,
- Maulana Hasanuddin,
- Pangeran Bratakelana,
- Ratu Winaon,
- Pangeran Turusmi.
2. Maulana Hasanuddin – Panembahan Surosowan (1522-1570)
Ia berputra:
- Ratu Pembayun Fatimah,
- Maulana Yusuf,
- Pangeran Arya Jepara,
- Pangeran Suniararas,
- Pangeran Pajajaran,
- Pangeran Pringgalaya,
- Pangeran Sabrang Lor,
- Ratu Keben,
- Ratu Terpenter,
- Ratu Biru,
- Ratu Ayu Arsanengah,
- Pangeran Pajajaran Wado,
- Tumenggung Wilatikta,
- Ratu Ayu Kamudarage,
- Pangeran Sabrang Wetan.
3. Maulana Yusuf – Panembahan Pakalangan Gede (1570-1580)
Ia berputra:
- Pangeran Arya Upapati,
- Pangeran Arya Adikara,
- Pangeran Arya Mandalika,
- Pangeran Arya Ranamanggala,
- Pangeran Arya Seminingrat,
- Ratu Demang,
- Ratu Pacatanda,
- Pangeran Manduraraja,
- Pangeran Widara,
- Ratu Belimbing,
- Maulana Muhammad.
4. Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1580-1596)
Ia berputra:
- Pangeran Abdul Mufakir Mahmud Kadir Kenari (Sultan Abdul Kadir)
5. Sultan Abdul Kadir (1596-1647)
Ia berputra:
- Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (putra mahkota),
- Ratu Dewi, Ratu Ayu,
- Pangeran Arya Banten,
- Ratu Mirah, Pangeran Sudamanggala,
- Pangeran Ranamanggala,
- Ratu Belimbing,
- Ratu Gedong,
- Pangeran Arya Manduraja,
- Pangeran Kidul,
- Ratu Dalem,
- Ratu Lor,
- Pangeran Seminingrat,
- Ratu Kidul,
- Pangeran Arya Wiratmika,
- Pangeran Arya Danuwangsa,
- Pangeran Arya Prabangsa,
- Pangeran Arya Wirasuta,
- Ratu Gading,
- Ratu Pandan,
- Pangeran Arya Wiraasmara,
- Ratu Sandi,
- Pangeran Arya Adiwangsa,
- Pangeran Arya Sutakusuma,
- Pangeran Arya Jaya Sentika,
- Ratu Hafsah,
- Ratu Pojok,
- Ratu Pacar,
- Ratu Bangsal,
- Ratu Salamah,
- Ratu Ratmala,
- Ratu Hasanah,
- Ratu Husaerah,
- Ratu Kelumpuk,
- Ratu Jiput,
- Ratu Wuragil.
6. Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (1647-1651)
Ia berputra:
- Abul Fath Abdul Fattah,
- Ratu Penenggak,
- Ratu Nengah,
- Pangeran Arya Elor,
- Ratu Wijil Ratu Puspita.
7. Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fattah (1651-1682)
Ia berputra:
- Sultan Haji,
- Pangeran Arya Abdul Alim,
- Pangeran Arya Ingayudadipura,
- Pangeran Arya Purbaya.
- Pangeran Sugiri
- Tubagus Rajasuta
- Tubagus Rajaputra
- Tubagus Husaen
- Raden Mandaraka
- Raden Saleh
- Raden Rum
- Raden Mesir
- Raden Muhammad
- Raden Muhsin
- Tubagus Wetan
- Tubagus Muhammad ‘Athif
- Tubagus Abdul
- Ratu Raja Mirah
- Ratu Ayu
- Ratu Kidul
- Ratu Marta
- Ratu Adi
- Ratu Ummu
- Ratu Hadijah
- Ratu Habibah
- Ratu Fatimah
- Ratu Asyiqoh
- Ratu Nasibah
- Tubagus Kulon
8. Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar-Sultan Haji (1683-1687)
Ia berputra:
- Sultan Abdul Fadhal,
- Sultan Abul Mahasin,
- Pangeran Muhammad Tahir,
- Pangeran Fadluddin.
- Pangeran Ja’farrudin
- Ratu Muhammad Alim
- Ratu Rohimah
- Ratu Ratu Hamimah
- Pangeran Ksatrian
- Ratu Mumbay
9. Sultan Abudul Fadhl (1687-1690)
Ia berputra:
– tidak memiliki putra
10. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
Ia berputra:
- Sultan Muhammad Syifa
- Sultan Muhammad Wasi’
- Pangeran Yusuf
- Pangeran Muhammad Shaleh
- Ratu Samiyah
- Ratu Komariyah
- Pangeran Tumenggung
- Pangeran Ardikusuma
- Pangeran Anom Mohammad Nuh
- Ratu Fatimah Putra
- Ratu Badriyah
- Pangeran Manduranegara
- Pangeran Jaya Sentika
- Ratu Jabariyah
- Pangeran Abu Hassan
- Pangeran Dipati Banten
- Pangeran Ariya
- Raden Nasut
- Raden Maksaruddin
- Pangeran Dipakusuma
- Ratu Afifah
- Ratu Siti Adirah
- Ratu Safiqoh
- Tubagus Wirakusuma
- Tubagus Abdurrahman
- Tubagus Mahaim
- Raden Rauf
- Tubagus Abdul Jalal
- Ratu Hayati
- Ratu Muhibbah
- Raden Putera
- Ratu Halimah
- Tubagus Sahib
- Ratu Sa’idah
- Ratu Satijah
- Ratu A’dawiyah
- Tubagus Syarifuddin
- Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
- Tubagus Jamil
- Tubagus Sa’jan
- Tubagus Haji
- Ratu Thobiyah
- Ratu Khairiyah Kumudaningrat
- Pangeran Rajaningrat
- Tubagus Jahidi
- Tubagus Abdul Aziz
- Pangeran Rajasantika
- Tubagus Kalamudin
- Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
- Tubagus Abunasir
- Raden Darmakusuma
- Raden Hamid
- Ratu Sifah
- Ratu Minah
- Ratu ‘Azizah
- Ratu Sehah
- Ratu Suba/Ruba
- Tubagus Muhammad Said
11. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1750)
Ia berputra:
- Sultan Muhammad Arif
- Ratu Ayu
- Tubagus Hasanuddin
- Raden Raja Pangeran Rajasantika
- Pangeran Muhammad Rajasantika
- Ratu ‘Afiyah
- Ratu Sa’diyah
- Ratu Halimah
- Tubagus Abu Khaer
- Ratu Hayati
- Tubagus Muhammad Shaleh
12. Sultan Syarifuddin Artu Wakil (1750-1752)
- tidak berputra
13. Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘Alimin (1752-1753)
- tidak berputra
14.Sultan Muhammad ‘Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
Ia berputra:
- Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
- Sultan Muhyiddin Zainusholihin
- Pangeran Manggala
- Pangeran Suralaya
- Pangeran Suramanggala
15. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
Ia berputra:
- Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
- Sultan Agilludin
- Pangeran Darma
- Pangeran Muhammad Abbas
- Pangeran Musa
- Pangeran Yali
- Pangeran Ahmad
16. Sultan Muhyiddin Zainusholihin (1799-1801)
Ia berputra:
- Sultan Muhammad Shafiuddin
17. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1802)
19. Sultan Agilludin – Sultan Aliyudin Il (1803-1808)
20. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
Penguasaan Banten
Di tahun 1522, Maulana Hasanuddin mendirikan sebuah kompleks istana yang dinamai keraton Surosowan, serta membangun alun-alun, pasar, masjid agung dan juga masjid di kawasan Pacitan.
Sedangkan yang menjadi penguasa di Wahanten Pasisir adalah putra dari Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin yang bernama Arya Surajaya hingga tahun 1526 m.
Di tahun 1524 m, Sunan Gunung Jati bersama pasukannya yang merupakan gabungan dari kesultanan Cirebon dan juga kesultanan Demak berlabuh di pelabuhan Banten.
Dan pada saat itu, tak ada keterangan bahwa pelabuhan Wahanten Pasisir menghalangi kedatangan pasukan tersebut sehingga pasukan fokus untuk merebut Wahanten Girang.
Dalam catatan sejarah Banten, ketika pasukan tersebut berusaha mencapai Wahanten Girang, Ki Jongjo (seorang kepala prajurit penting) dengan sukarela memihak kepada Maulana Hasanuddin.
Pada sumber lain, menyebutkan bahwa penguasa Banten Girang yang merasa terusik dengan ada banyak aktifitas dakwah Maulana Hasanuddin.
Maulana Hasanuddin mampu menarik simpati masyarakat termasuk masyarakat yang berada di pedalaman Wahanten yang dimana wilayah itu merupakan kekuasaan Wahanten Girang.
Sehingga pucuk umum Arya Suranggana meminta Maulana Hasanuddin untuk menghentikan aktifitas dakwahnya.
Serta menantangnya untuk melakukan sabung ayam (adu ayam) dengan syarat dimenangkan oleh Arya Suranggana maka Maulana Hasanuddin harus menghentikan aktifitas dakwahnya.
Kegiatan Sabung Ayam pun berhasil dimenangkan oleh Maulana Hasanuddin dan dia pun melanjutkan aktifitas dakwahnya.
Arya Suranggana serta rakyatnya yang menolak untuk masuk Islam kemudian memilih masuk hutan di wilayah Selatan.
Sepeninggal Arya Suranggana, kompleks Banten Girang dimanfaatkan sebagai pesanggrahan bagi para penguasa Islam sampai di akhir abad ke-17.
Banten Sebagai Kesultanan
Pada tahun 1552, Maulana Hasanuddin diangkat sebagai Sultan di Banten oleh ayahnya yang tidak lain adalah Sunan Gunung Jati, sehingga Kesultanan Banten menjadi kesultanan yang mandiri.
Dalam masa kepimpinannya, Maulana Hasanuddin memperluas kukuasaan kerajaan hingga ke daerah Lampung.
Tak ketinggalan, ia juga menyiarkan agama islam dan juga melakukan kegiatan berdagang dengan raja Malangkabu (Kerajaan Inderapura) yang bernama Sultan Munawar Syah dan beliau Hasanuddin diberikan keris oleh sang raja tersebut.
Anak dari Hasanuddin yang bernama Maulana Yusuf naik tahta ditahun 1570 dan melanjutkan kegiatan 1570 ke daerah pedalaman Sunda dengan menguasai seluruh pedalaman Sunda pada tahun 1579.
Setelah masa kekuasaan Maulana Yusuf berakhir, beliau digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Muhammad.
Dan di masa Maulana Muhammad ia mencoba untuk menaklukan Palembang di tahun 1596 sebagai upaya Kerajaan Banten untuk mempersempit gerakan Portugal di nusantara. Namun sayang misi itu gagal karena beliau tewas pada saat menjalankan misinya.
Pada masa Pangeran Ratu memimpin yang tak lain adalah anak dari Maulana Muhammad, sang ratu menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mempunyai gelar “Sultan” pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Di masa inilah Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada masa itu.
Salah satu yang diketahui ada di surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.
Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten masuk ke dalam kejayaan pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebab pada saat itu, Pelabuhan Banten menjadi pelabuhan internasional yang berdampak kepada perekonomian kerajaan menjadi maju dengan pesat.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Banten juga semakin meluas meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut oleh kesultanan Mataram serta wilayah Provinsi Lampung.
Kesultanan Banten juga mengadakan hubungan internasional dengan menggunakan jalur laut sehingga dimasa Sultan Ageng Tirtayasa merupakan masa keemasan Kesultanan Banten.
Pada masa kepemimpinnanya, beliau juga pernah mengutuskan dua orang pengikutnya untuk berkunjung ke Inggris sebagai duta besar disana serta membeli persenjataan.
Tak hanya baik dalam menjalin hubungan dengan Inggris, Sultan Ageng Tirtayasa juga berhubungan baik dengan Aceh, Makassar, India, Mongol, Turki, dan Arab.
Para penguasa Banten juga pernah pergi bersama-sama ke Arab untuk menunaikan ibadah haji serta dilanjutkan ke Inggris untuk menunaikan tugas sebagai utusan dengan menggunakan kapal yang kepunyaan pedagang Inggris.
Sebagai sultan yang ke-6, Sultan Ageng Tirtayasa menegaskan bahwa menentang semua penjajahan bangsa asing atas negaranya.
Ia tidak pernah mau berkompromi dengan pihak Belanda sehingga di tahun 1645 hubungan Banten dengan Belanda semakin memanas.
Pada tahun 1656 pasukan dari kerajaan banten bergerilya di daerah Batavia. Lalu setahun kemudian, pihak Belanda menawarkan perjanjian damai kepada kerajaan Banten.
Karena perjanjian tersebut hanya menguntungkan pihak Belanda, perjanjian pun ditolak hingga pada tahun 1580 meletuslah perang besar antara Banten dan Belanda.
Perang tersebut baru berakhir di tanggal 10 Juli 1659 dengan ditanda tanganinya sebuah perjanjian gencatan senjata.
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai seorang putra mahkota yang bernama Abdul Kohar. Kemudian ia diangkat menjadi putra mahkota di tanggal 16 Februari 1671 bergelar Sunan Abu’n Nasr Abdul Kohar yang lebih dikenal sebagai Sultan Haji.
Kemudian hal itu justru dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk mengadu domba.
Sultan Haji berkeinginan untuk perdamaian dengan Belanda dengan cara mengirimkan surat pada 1680 serta menyatakan bahwa dirinya merupakan penguasa Banten sepenuhnya, bukan lagi Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada tanggal 26 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa kemudian menyerbu Surosowan yang merupakan tempat Sultan Haji berkedudukan.
Serangan sukses, namun Surosowan direbut oleh pihak Belanda di bawah pimpinan Kapten Tack. Dan kemudian pemerintahan Banten dipegang oleh Sultan Haji.
Setelah Sultan Haji wafat, terjadi perebutan kekuasaan di antara putranya, yang tak lain perseteruan tersebut merupakan akibat campur tangan dari Belanda.
Sejak saat itulah terjadi gonta-ganti sultan dan Kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran.
Puncak kehancuran Kesultanan Banten pada masa pemerinatahan Sultan Muhammad Syarifuddin.
Beliau dipaksa turun dari tahta dan Kesultanan Banten dihapus oleh pemerintahan Inggris yang dimana menggantikan Belanda di daerah Banten di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles.
Sejak itulah Kesultanan Banten berakhir.
Perang Saudara
Pada tahun 1680 timbul perselisihan diantara keluarga Kesultanan Banten yang tidak jauh dipicu karena masalah perbutan kekuasaan dan pertentangan yang terjadi diantara Sultan Ageng dengan putranya yang bernama Sultan Haji.
Celah ini kemudian dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC untuk mengadu domba dengan dalih memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudarapun tidak bisa dielakan.
Sedangkan untuk memperkuat posisinyaSultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji sdempat mengirimkan 2 orang untuk menemui Raja Inggris di London pada tahun 1682 untuk meminta bantuan persenjataan.
Terjadinya perang dingin ini menyebabkan Sultan Ageng terpaksa untuk mundur dari istananya dan berpindah ke kawasan Tirtayasan.
Namun malangnya, di tanggal 28 Desember 1682 kawasan tersebut justru dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC.
Sehingga Sultan Ageng beserta putranya berpindah ke arah selatan pedalaman Sunda. Dan pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap dan kemudian di tahan di wilayah Batavia.
Sementara itu, VOC beserta pasukannya masih terus mengejar dan melakukan perlawanan kepada prajurit dan pengikut Sultan Ageng yang dimana masih berada di dalam kepemimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Pada tanggal 5 Mei 1683, kemudian VOC mengirimkan Untung Surapati yang mempunyai pangkat letnan beserta prajurit Balinya dan kemudian bergabung dengan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel untuk menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur.
Dan barulah di tanggal 14 Desember 1683 VOC dan bala pasukannya berhasil untuk melawan Syekh Yusuf.
Karena terdesak, akhirnya Pangeran Purbaya menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati diutus oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya.
Di dalam perjalanan menuju Batavia, mereka justru bertemu dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler namun malah terjadi pertikaian.
Hingga pada akhirnya di tanggal 28 Januari 1684, pasukan dari Willem Kuffeler dihancurkan dan ntung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC.
Sementara Pangeran Purbaya baru sampai di Batavia pada tanggal 7 Februari 1684.
Runtuhnya Kerajaan Banten
Seperti yang telah kita ketahui, setelah masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berakhir, banyak terjadi konflik di dalam kerajaan.
Hal ini disebabkan karena perlawanan oleh sultan kepada pihak penjajah yang tidak disetujui oleh Sultan Haji. Dan celah tersebut dimanfaatkan oleh pihak VOC untuk mengadu domba atau devide et impera.
Kemudian dengan lihainya VOC memutuskan untuk membela pihak Sultan Haji untuk melawan Sultan Ageng Tirtayasa.
Tak hanya sampai situ, VOC juga ikut campur tangan dalam menyukseskan pemimpin di wilayah Banten.
Serta memastikan bahwa raja yang terpilih nantinya adalah raja yang lemah serta tidak akan menjadi potensi kubu perlawanan bagi mereka di kemudian hari.
Tepat di tahun 1680, perselisihan diantara raja semakin tak bisa dihindari. Sehingga VOC melancarkan aksinya dengan dalih membantu Sultan Haji untuk mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.
Perang dinginpun semakin menjadi sehingga menjadi salah satu penyebab utama keruntuhan Kerajaan Banten.
Peninggalan Kerajaan Banten
1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan Banten yang hingga kini masih dapat kita jumpai.
Didirikan pada tahun 1652 di masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin, masjid ini terletak di Desa Banten Lama, 10 km utara Kota Serang.
Mempunyai corak yang unik dan memiliki nilai historis yang tinggi menjadikan masjid ini ramai dikunjungi oleh para wisatawan.
2. Istana Keraton Kaibon Banten
Istana Keraton Kaibon Banten merupakan tempat tinggal dari ibunda Sultan Syaifudin yang bernama Ratu Aisyah.
Namun, Banten mengalami bentrok dengan Belanda yang saat itu dipimpin oleh Daendels, sehingga meruntuhkan bangunan tersebut. Jadi, untuk saat ini kita hanya dapat melihat reruntuhannya saja.
3. Istana Keraton Surosowan Banten
Istana yang satu ini merupakan tempat tinggal para sultan Kerajaan Banten yang sekaligus menjadi pusat kepemerintahan.
Namun nasibnya sama dengan istana Keraton Kaibon, hanya tersisa kepingan reruntuhannya saja yang bisa kita jumpai hingga sekarang.
4. Benteng Speelwijk
Tembek setinggi 3 meter ini merupakan bukti bahwa Kerjaan Banten merupakan poros utama maritim nusantara di masa silam.
Di bangun pada tahun 1585, selain digunakan sebagai benteng pertahanan, bangunan ini juga digunakan sebagai tempat untuk mengawasi aktifitas pelayaran di sekitar Selat Sunda.
Di dalam benteng ini terdapat beberapa meriam kuni serta sebuah terowongan yang menghubungkan benteng dan keraton Surosowan.
5. Danau Tasikardi
Danau Tasikardi dibuat pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf yang memiliki luas 5 hektar dan telah dilapisi dengan ubin dan batu bata.
Fungsi dari danau ini pada saat itu sebagai sumber utama pasokan air bagi keluarga kerajaan yang tinggal di istana Kaibon dan juga sebagai irigasi untuk persawahan di sekitar Banten.
Namun sekarang, luas danau tersebut telah mengalami penyusutan karena lapisan batu bata di dasarnya telah tertimbuh tanah sedimen yang terbawa arus sungai.
6. Vihara Avalokitesvara
Meskipun kita ketahui bahwa kerajaan Banten bernuansa islam, namun toleransi yang tercipta di kerajaan itu sangatlah tinggi.
Di buktikan oleh vihara yang bernama Avalokitesvara sebagai tempat ibadah umat Budha.
Dan sampai sekarang, vihara ini masih berdiri dengan kokoh.
Ada keunikan dari vihara yang satu ini, pada bagian temboknya terdapat relief yang mengisahkan siluman ular putih yang melegenda kala itu.
7. Meriam Ki Amuk
Meriam ini terdapat di dalam bangunan benteng Speelwijk. Di namai Ki Amuk sebab daya ledak dari meriam ini sangatlah tinggi serta jarak tembakannya sangatlah jauh.
Konon katanya, meriam ini merupakan hasil rampasan dari pemerintahan kolonial Belanda pada saat terjadinya perang.
Meriam ini merupakan meriam yang paling besar dan unik yang ada di benteng Speelwijk.
8. Peninggalan Lainnya
Selain peninggalan bersejarah dari Kerjaan Banten di atas, terdapat pula peninggalan lainnya seperti mahkota binokasih, keris panunggul naga, dan keris naga sasra yang hingga kini tersimpan dengan baik di dalam Museum Kota Banten.
Itulah sedikit ulasan mengenai Kerajaan Banten yang dapat yuksinau.id berikan, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan anda. Terimakasih.
The post Kerajaan Banten appeared first on Yuksinau.
ARTIKEL PILIHAN PEMBACA :
Comments
Post a Comment